Potensi Konflik Maritim


Jakarta - Dwifungsi yang tidak lagi melekat pada institusi TNI sejak 2000 membuat fokus pertahanan negara kepulauan menjadi keniscayaan bagi TNI, khususnya TNI AL yang merayakan Hari Armada 5 Desember, untuk fokus kepada berbagai permasalahan terkait potensi ancaman di dan/atau dari laut dalam kerangka pengamanan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Poros yang menjadi haluan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Saat ini, ancaman yang paling mungkin bagi Indonesia bersifat asymmetricdan nonstate actor, seperti teroris, tentara bayaran, cyber warfare, serta penguasaan aset ekonomi strategis nasional oleh negara lain. Karena itu, Sistem Pertahanan Keamanan Rak yat Semesta perlu lebih diperkuat dalam masyarakat.
Namun, perang terbuka tetap saja harus diwaspadai. Dalam kaitan itu pula, TNI termasuk TNI AL memanggul tugas utama yang semakin kompleks, terutama bila dikaitkan dengan konteks Indonesia sebagai negara kepulauan yang dihadapkan dengan perubahan situasi global maupun rivalitas Amerika Serikat dan sekutunya dengan Cina di kawasan Asia Pasifik.
Baik UU No 3 Tahun 2002 maupun UU No 34 Tahun 2004 menyatakan, pertahanan ne gara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.
Undang-undang tersebut tentu dibuat dengan mempertimbangkan geopolitik dan geostrategi Indonesia yang merupakan samudra luas dengan lebih dari 13.500 pulau terletak pada persilangan dua benua dan dua samudra, dan berbatasan baik di laut, darat, dan udara dengan negara tetangga.
Di sana ada sejumlah potensi kerawanan, seperti masih ada garis batas wilayah yang belum didelimitasi bahkan disengketakan; sebagian batas ZEE belum ditetapkan, serta belum semua batas laut teritorial dan batas landas kontinen disepakati dengan negara tetangga. Belum lagi, konsep "Nine Dotted Lines" Cina di Laut Natuna yang tidak jelas dasar hukum dan koordinatnya.
Kriminalitas di laut yang masih terjadi juga dapat berdampak pada gangguan kedaulatan NKRI. Daerah perbatasan pun berpeluang menjadi tempat persembunyian dan basis kelompok gerakan pengacau keamanan (GPK), penyelundupan, dan kriminal lainnya, termasuk terorisme.
Postur pertahanan adalah kemampuan personel dan material yang memengaruhi kapasitas untuk memenangkan perang. Dalam kaitan dengan pembangunan kekuatan un tuk mencapai postur yang diinginkan, Indonesia sebagai negara kepulauan sudah seharusnya bertumpu pada kemampuan maritim sehingga TNI AL menjadi titik sentral pertahanan negara. Tentu saja, TNI AL tidak akan berhasil tanpa keunggulan udara dari TNI AU.
Adagium "It takes two if by the sea" terbukti ampuh dan bisa menjadi dasar kebijakan pertahanan nasional. Namun, seandainya penangkalan dan pertahanan berlapis gagal, diperlukan TNI AD yang kuat sebagai komponen utama sistem pertahanan di darat.
Postur pertahanan meliputi disposisi, gelar kekuatan, kemampuan alat utama sistem senjata, dan kondisi kesiapan yang memengaruhi kemampuan atau lebih dikenal sebagai ready on arrival. Sesungguhnya, Indonesia memiliki keuntungan yang belum dimanfaatkan dengan baik. Pulau terdepan dan wilayah perbatasan Indonesia yang sebagian terbesar adalah laut merupakan keunggulan, terutama dalam gelar kekuatan.
Diperlukan political will dan komitmen semua pihak untuk membangun wilayah perbatasan yang semuanya masuk kategori daerah tertinggal. Indonesia harus menjadikan pulau terdepan dan wilayah perbatasan sebagai sabuk pengaman penjaga keutuhan, kemerdekaan, dan kedaulatan NKRI sekaligus sentra kemakmuran dan kejayaan bangsa.
Pembangunan kekuatan TNI harus dipercepat, bukan saja untuk mencapai kebutuhan kemampuan pertahanan dan keamanan negara, melainkan juga untuk memenuhi kewajiban Indonesia sebagai negara kepulauan. UNCLOS 1982 telah mengakui bahwa laut di antara pulau adalah wilayah kedaulatan RI. Namun, selain itu, Indonesia dapat menetapkan Alur Laut Kepulauan Indonesia serta wajib menjamin lintas damai kapal asing, termasuk menjaga keamanan dan keselamatannya.
TNI AL didukung TNI AU harus mampu melakukan tugas pengendalian laut, mem - pro yeksikan kekuatan, menegakkan hukum di laut, dan memelihara konsensus kemari - timan, seperti kerja sama dan membangun rasa saling percaya.
Agar mampu melaksanakan bermacam tugas tersebut, sangat wajar bila TNI AL memiliki kapal-kapal utama dengan standar NATO, seperti kapal selam, korvet, destroyer atau fregat, bahkan kapal induk beserta pendukungnya. Kapal utama jenis tersebut lebih mencerminkan kemampuan dan niat melakukan penangkalan atau deterrent.
Kapal selam merupakan sistem senjata yang dapat dijadikan kekuatan penyeimbang sekaligus force multiplieruntuk menghadapi kekuatan laut yang lebih kuat. Selain itu, sekaligus sebagai aktor utama dalam upaya melakukan sea denial.
Pada sisi lain, industri strategis dalam negeri harus dikembangkan untuk mampu memasok alutsista, seperti tank, panser, roket, artileri, kapal cepat roket, kapal perusak kawal, kapal selam, peluru kendali, helikopter, pesawat angkut, dan jet tempur.
Pembangunan dan penguatan pangkalan di wilayah perbatasan dan pulau terdepan harus diikuti pergelaran atau penempatan unsur TNI yang lebih berorientasi keluar agar dapat menerapkan strategi pertahanan berlapis.
TNI ke depan perlu mengadang lawan, mulai dari medan pertahanan penyangga, paling tidak di ZEE. Namun sayangnya, belum terlihat langkah nyata untuk memenuhi pelaksanaan tugas pertahanan keamanan negara, khususnya di laut. Harus dipa - hami, penegakan hukum di laut juga berarti penegakan kedaulatan negara sehingga penegakan hukum di laut adalah bagian dari pertahanan negara.
TNI perlu melakukan operasi laut sehari- hari berupa kehadiran kapal perang di wilayah vital dan strategis. Naval presence yang bermuara pada naval diplomacy berupa kehadiran kapal-kapal perang RI dan pesawat terbang TNI AU dan TNI AL, terutama di pulau-pulau terdepan dan wilayah strategis sampai ZEE adalah untuk pengendalian laut sekaligus menggugah semangat nasionalisme dan patriotisme masyarakat di perbatasan, pulau-pulau terdepan, dan terpencil. Namun, jangan mimpi menggelar kekuatan sampai ZEE tanpa kapal selam, kapal induk, dan pesawat airborne early warning TNI AU.
TNI harus tetap berupaya membangun rasa percaya terhadap sesama negara tetangga dengan diplomasi militer dan confidence building measures, kerja sama dengan negara-negara tetangga, meningkat kan kunjungan kapal perang, latihan bersama, dan patroli terkoordinasi yang juga merupakan bentuk gelar kekuatan. Kejayaan TNI diyakini bisa menjadi faktor penjinak bagi niat jahat negara lain terhadap Indonesia. Tetapi, juga menjadi faktor utama untuk mengamankan jalur perdagangan dunia yang dapat menyum bangkan kesejahteraan bagi masyarakat dunia. Dirgahayu TNI AL. Jalesveva Jayamahe.

Related Posts:

0 Response to "Potensi Konflik Maritim"

Post a Comment